Sebagai raja hutan dan tokoh paling dihormati di rimba raya, singa memang terbiasa dimintai pendapat dan komentarnya atas berbagai hal yang terjadi pada rakyatnya.
Sebagai contoh, pernah berang-berang meminta pendapat tentang kebiasaan mereka membuat bendungan di sungai yang menyebabkan surutnya air di muara sungai hutano. Di satu sisi berang-berang memiliki hak hidup sebagai rakyat rimba raya untuk membuat bendungan. Tapi di sisi lain, ada hak ikan, buaya, katak, dan beberapa hewan mamalia lainnya yang biasa menggunakan air muara sebagai sumber penghidupan.
Akhirnya sebagai pemimpin yang bijak, singa mengajak hewan-hewan yang terganggu dengan aktivitas bendungan berang-berang untuk membuat cabang sungai kecil dekat hulu sungai hutano. Tak lupa memerintahkan berang-berang untuk mencari sumber mata air tambahan yang dapat menambah debit air sungai. Alhasil berang-berang mendapat “wilayah” baru untuk membuat bendungan tanpa mengganggu hewan lainnya.
Karena keputusannya yang bijak ini, semakin lama singa semakin dipercaya untuk menjadi wasit layaknya lembaga arbitrase. Seekor hakim yang berwibawa lagi dihormati. Warga rimba raya mempercayakan sepenuhnya masalah yang tak terselesaikan di antara mereka.
***
Suatu ketika, ketika sedang beristirahat santai sambil menikmati kudapan siangnya, singa dikagetkan oleh suara derap langkah kaki yang tegap dan ramai. Menurut pengalaman, suara seperti ini adalah suara kuda sumbawa. Langkahnya yang cepat dan tegas memang ciri khas kuda liar dari daratan Nusa Tenggara Barat ini. Nah, biasanya, kuda sumbawa datang terburu-buru ke pusat rimba raya tempat singa tinggal hanya bila ada masalah yang mendesak.
Kebetulan beberapa waktu yang lampau kuda sumbawa pernah ditolong oleh pemburu susu kuda liar yang konon bisa menambah keperkasaan pria. Singa tak peduli, sebagai pemimpin dan pelindung ia tak mau sejengkal pun wilayahnya dinodai dan dilanggar manusia apalagi mengganggu rakyatnya. Dalam hal ini singa sangat tegas. Maka ketika pemburu susu datang, ia mengerahkan satu kompi harimau dan 20 pasukan brigade badak untuk menghalau si pemburu. Tak perlu waktu lama, akhirnya si pemburu kabur tunggang langgang.
Sejak kejadian itu, kuda sumbawa sangat menghormati singa dan merasa berutang budi. Maka dia berjanji pada dirinya untuk menjadi pembantu singa sepanjang hidupnya. Karena kemampuannya adalah berlari cepat, kuda sumbawa memutuskan untuk menjadi pengintai rimba raya. Sebangsa intelijen. Ia akan berlari secepat-cepatnya melapor kepada singa bila ada masalah yang terjadi di hutan dan tak bisa diselesaikan oleh masyarakat sebelum hal-hal anarki terjadi.
Sebab itu, mendengar derap kuda sumbawa dari kejauhan, langsung membuat singa terjaga dari tidur siangnya. Matanya menangkap sosok kuda itu semakin mendekat. Kuda sumbawa akhirnya tiba sembari terengah-engah.
“Yang Mulia,hahh..hah..” nafas kuda masih tersengal-sengal.
Singa tersenyum 🙂 , “tenang sumba, tenangkan dirimu. Ada apa kawan?”
“Ada pertengkaran. Pertengkaran dan kericuhan besar.”
“Oh ya? Baiklah, ayo kita kesana sumba. Kita bantu mereka menyelesaikan masalahnya.”
“Baik Yang Mulia, namun kemana dulu kita akan pergi?
“HAH?” singa terhenyak, “apa maksudmu sumba? ada lebih dari satu kericuhan di rimba raya kita??”
Kuda sumbawa mengangguk, “Benar baginda. Ada dua kelompok yang sedang mengadakan rapat eh konser eh kongres paduka. Dan keduanya berakhir ricuh dan tanpa hasil. Saat ini masih terjadi hujan interupsi dan saling bentak.”
“Alamaaak..apa-apaan ini? Baiklah kongres apa saja itu sumba?”
“Yang pertama kongres pengurus sepak trenggiling rimba raya. Yang kedua adalah kongres pelakon drama rimba raya.”
“Hmm..begini saja. Sumba, kau Pergi ke sarang merpati! Suruh ia mengabarkan kepada seluruh peserta kongres. baik sepak trenggiling atau pun pelakon drama untuk berkumpul di stepa besar utara. Barangsiapa tidak hadir, siap-siap diusir dari rimba raya oleh tentara harimau dan brigade badak. Cepat sumba!”
Kuda sumbawa tanpa berpikir lagi langsung berlari kencang ke arah selatan. Perintah ini perlu segera disampaikan. Sebab, kalau tentara harimau dan brigade badak sudah turun tangan, akan timbul banyak korban di pihak yang melawan.
***
Stepa besar utara sudah ramai ketika singa berjalan ke tengah-tengah. Podium dari bebatuan sudah disiapkan oleh Kuda Sumbawa dan petugas protokoler dari pasukan kerbau. Suasana riuh rendah. Namun masih terdengar jelas ada perdebatan, saling serang kata-kata, dan bahkan sedikit kontak fisik.
Singa menaiki podium, “Semuanya, diaaaaaaam!” Ia lalu mengaum, keras sekali. Jauh lebih keras daripada suara auman singa di akhir film-film produk Metro-Goldwyn-mayer.
Sontak khalayak yang telah berkumpul di stepa besar utara terdiam. Hening tercipta dalam sekejap. Mereka lalu masing-masing tanpa banyak bicara membuat gerombolan-gerombolan untuk mencirikan identitas kelompok yang mereka wakili. Kasat mata, terlihat kelompok kongres sepak trenggiling dan pelakon drama.
“Saya mendengar ada kericuha terjadi di wilayah rimba raya. Sebagaimana kalian tahu, saya menghendaki kedamaian dan kesejahteraan di tanah kita. Setiap permasalahan yang tak terselesaikan akan dibawa ke pengadilan rakyat. Maka, tanpa berlama-lama Pengadilan rakyat akan saya buka!” teriak singa to-the-point, lagi-lagi disertai dengan auman keras. Seandainya Kuda Sumbawa tidak mengenal kebaikan singa, pasti ia sudah lari tunggang langgang.
“Baiklah, peserta kongres sepak trenggiling, maju ke depan!”
beberapa hewan sempat saling pandang. Lalu beberapa hewan maju ke depan. Ada bison, kambing, tikus, dan harimau sumatera tua. Mereka lalu memperkenalkan diri.
“Saya tikus Yang mulia, ketua lama dari Persatuan Sepak Trenggiling Rimba Raya alias PSTRR.”
“Saya bison Yang mulia, perwakilan dari pengurus daerah rimba raya bagian selatan jauh. Saya mewakili kelompok pendukung calon ketua baru yaitu duet Jenderal Harimau dan Beruang.”
“Saya Harimau Sumatera eks komandan pasukan elit harimau yang juga merupakan garda penjaga rimba raya. Saya ditunjuk oleh Federasi Sepak Trenggiling Dunia untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di PSTRR.”
“Saya kambing Yang Mulia, erwakilan dari pengurus daerah rimba raya bagian timur dekat. Saya hanya menghadiri kongres dan terjebak diantara perdebatan.”
“Baiklah,” singa mendehem. “Sekarang saya mau dengar dari kelompok kongres pelakon drama. Hei kamu, sini maju ke depan.”
Dua ekor hewan maju. Mereka mulai memperkenalkan diri.
“Saya Kelelawar paduka. Ketua baru perkumpulan para pelakon drama rimba raya alias Pekondra. Saya terpilih melalui kongres yang baru saja berlangsung. Namun tampaknya ada yang tidak setuju dengan kemenangan saya.”
“Saya Musang berbulu domba Yang Mulia Raja. Saya adalah pelakon drama senior dan juga mantan Ketua Pekondra. Saya melihat adanya bukti-bukti otentik bahwa Kelelawar telah memalsukan beberapa bukti-bukti dan melakukan penyuapan untuk menjadi ketua Pekondra. Padahal dia tak pernah seperti saya membintang Lakon drama sekali pun, dia hanya aktivis kegiatan ritual malam.”
“Baiklah…” singa mengaum keras.
Seluruh peserta sidang rakyat terdiam. Mental mereka down seketika. Taktik mengaum di tengah-tengah memang menjadi andalan singa untuk meruntuhkan moral para peserta sidang. Tujuannya agar secara psikologis mereka takut dan pasrah, sehingga tak banyak melawan.
Singa memang tak pintar atau punya gelar doktor, tapi ia cerdas dan mampu menggunakan ketegasan secara tepat sebagai pemimpin. Inilah yang membuatnya sangat disegani di rimba raya.
“Baiklah, sekarang hey tikus. Coba jelaskan masalah kongres mu itu kepada kami semua!”
“Baik Yang Mulia,” tikus maju ke depan kembali. “Saya adalah tokoh yang disebut-sebut tak ahu malu dan diktator dalam memimpin PSTRR. Saya terus ingin mencalonkan diri sebagai ketua. Namun petaka terjadi ketika federasi sepak trenggiling dunia memutuskan untuk menonaktifkan saya dan membuat Satuan Tugas Pemberesan yang dipimpin oleh Harimau Sumatera. Maka saya tak lagi punya kuasa. Saya anggap, federasi sepak trenggiling mempunya otoritas tertinggi. Saya diktator, tapi taat dengan hierarki.”
Tikus lalu mundur kembali, wajahnya tenang dan sesekali tersenyum sinis.
Bison lalu maju.
“Yang Mulia, saya bison mewakili banyak pengurus lain yang mendukung duet Jenderal Harimau dan Beruang. Jago kami tidak diizinkan oleh federasi sepak trenggiling dunia untuk mengikuti pemilihan karena alasan yang tak jelas. Ini sangat aneh, kami tak merasa duet JH-B tidak melanggar aturan apa pun. Kami bersama duet JH-B hanya ingin memajukan persepaktrenggilingan di rimba raya? Apa salahnya bila kami ngotot?”
Bison menahan emosinya dengan segera. Ia melihat singa sedang mengasah kukunya dengan santai. Perlahan tapi pasti ia maju. Gantian Harimau Sumatera Tua yang maju.
“Yang Mulia, saya adalah ketua Satuan Tugas Pemberesan yang ditunjuk oleh federasi sepak trenggiling dunia untuk menyelesaiakan silang sengkarut yang terjadi. Saya telah berhasil menyelenggarakan kongres untuk mencari pengganti tikus secara demokratis. Namun, apa lacur? Kelompok bison dkk memang tampaknya lebih senang memaksakan kehendaknya. Padahal tikus saja bisa menghormati putusan federasi yang menonaktifkannya. Bayangkan, tikus saja bisa! Saya kecewa sekali paduka.”
Harimau Sumatera Tua lalu mundur kembali. Untuk beberapa saat keadaan hening. Singa tampak berpikir. Matanya menerawang, jauh melewati awan dan langit. Pikirannya sudah mengitari seluruh rimba raya. Sejenak matanya terpejam. Sempat ada yang berpikir, jangan-jangan singa tertidur.
Sekonyong-konyong singa bangkit dari lamunannya. Ia memanggil Kuda Sumbawa. “Sumba! panggil trenggiling ke sini! Bilang padanya, singa meminta ia datang.”
Singa lalu menoleh ke arah kelelawar dan musang. “Hey, kalian sini! Sambil menunggu trenggiling aku ingin memberi kalian masukan mengenai masalah kalian!”
Para peserta kongres pelakon drama yang lain ikut mendekat. Selain tentunya musang dan kelelawar.
“Kamu..!!” seru Singa sambil menunjuk kelelawar dengan tangannya kakinya.
“Apa sih yang kamu inginkan?”
“Saya..umm..saya..” terbata-bata kelelawar menjawab.
” Nah! Kamu sendiri tidak tahu apa yang kamu inginkan. Kamu hanya ingin prestige kan? Sebagai ketua sebuah organisasi nasional. Besar, hebat, berkuasa. Ya kan?” Singa menyerang kelelawar dengan kata-kata yang tajam.
“Tidak paduka, saya hanya..”
Belum sempat dilanjutkan oleh kelelawar, singa langsung memotong “Lalu kamu pikir dengan melakukan pemalsuan atau pemaksaan atau suap sekali pun kamu bisa mendapat respek dari anggota-anggotamu kelak?? BODOH! Pihak yang tidak memilihmu akan membencimu selama kamu memimpin. Sedangkan pihak yang memilih kamu sebagai ketua, akan selamanya tahu bahwa kamu dan segala kebijakanmu dapat dibeli dengan uang! Betapa rendah harga dirimu itu kawan.”
“Lalu kamu pikir dengan melakukan pemalsuan atau pemaksaan atau suap sekali pun kamu bisa mendapat respek dari anggota-anggotamu kelak?? BODOH! Pihak yang tidak memilihmu akan membencimu selama kamu memimpin. Sedangkan pihak yang memilih kamu sebagai ketua, akan selamanya tahu bahwa kamu dan segala kebijakanmu dapat dibeli dengan uang! Betapa rendah harga dirimu itu kawan.”
Kelelawar hanya menunduk. Kepercayaan dirinya tiba-tiba runtuh. Ia sadar, betapa pun keras melawan, ia memang salah. S-A-L-A-H!
Perlahan musang mendekati kelelawar dan memeluk kelelawar, membesarkan hatinya. “Sudah, kamu tak perlu jadi ketua untuk jadi orang besar. Yuk, bantu-bantu persiapan lakon drama minggu depan. Gimana?”
Kelelawar tersenyum, lalu mereka berdua berbicara dengan akrab. Membicarakan rencana-rencana ke depan.
***
Suasana masih riuh ketika trenggiling berjalan tegap ke stepa besar utara. Khalayak memberi jalan padanya untuk lewat. Singa menyambut trenggiling dengan pelukan hangat, lalu membisikkan beberapa kalimat padanya.
Trenggiling pun mengangguk. Dan berjalan gontai ke atas podium. Suara trenggiling tidak terlalu keras, oleh karenannya singa sudah memerintahkan kuda sumbawa untuk menyiapkan sound system.
Trenggiling mengarahkan mooncongnya ke microphone, mengambil nafas sekejap, lalu mulai bertutur.
“Kawan-kawan masyarakat rimba raya sekalian. Mohon maaf saya mengambil sejenak podium ini. Saya hanya diperintahkan oleh pemimpin kita, Singa, untuk berbicara di sini mengenai perasaan dan pandangan kami semua bangsa trenggiling. Saya tak pandai bermain kata, maka izinkan saya untuk bercerita apa adanya isi hati saya”
Trenggiling terdiam sejenak. Tatapannya menerawang.
“Buat kami bangsa trenggiling, sepak trenggiling adalah kehidupan. Kami menikmati permainan sebagaimana para pemainnya. Kami juga menjadikan sepak trenggiling penghidupan kami. Dalam keluarga, bahkan jika kami terpilih untuk menjadi trenggiling yang akan di sepak dalam sebuah pertandingan, sungguh akan sanagt membanggakan. Saya misalnya, pernah terpilih menjadi trenggiling sepakan pada pertandingan final Copa Rimba Raya..Ohh,, rasanya sangat-sangat membahagiakan.. Semua trenggiling membicarakan pertandingan dan keberuntunganku yang terpilih menjadi trenggiling sepak di partai sebesar itu.”
Para peserta sidang rakyat menatap trenggiling dengan tersenyum. Mereka memang mengetahui, sepak trenggiling adalah permainan yang sangat digandrungi di Rimba Raya. Bahkan di semak-semak terdalam beberapa hewan muda mulai bermain dengan tunas kelapa sebelum diiizinkan bermain dengan trenggiling sungguhan.
Trenggiling melanjutkan, “Namun pertikaian yang ada pada peserta kongres ini telah membuat muram kehidupan kami. Beberapa trenggiling batal menjadi tontonan karena beberapa pertandingan dibatalkan. Beberapa trenggiling impor dari luar Rimba Raya juga terancam tak bisa melanjutkan karirnya karena pertikaian ini. Bahkan, saya dengar Federasi Sepak Trenggiling Dunia juga ingin memberi sanksi bagi aktivitas trenggiling di rimba raya. Tahukah kalian apa akibatnya? Kami tak bisa dipilih untuk menjadi trenggiling pada partai-partai sepak trenggiling yang bergengsi di tingkat dunia.”
Trenggiling mulai terisak. Singa menepuk-nepuk bagunya seraya menguatkan.
Dengan bercucuran air mata trenggiling melanjutkan, “Dan yang paling membuat saya sedih adalah…”
“pertikaian itu terjadi karena hewan-hewan yang terhormat ini bebrebutan ingin memajukan sepak trenggiling dengan menjadi ketua.”
Trenggiling lalu memeluk singa dan turun dari podium.
Suasana hening. Wajah tikus, bison, harimau sumatera mendadak muram. Terlihat pula kesedihan di hati mereka.
Perlahan bison mendekati harimau, kambing, dan tikus.
Tampak mereka mulai membiacaran hal yang sangat serius.
Tapi tak ada lagi kebencian di tatapan mereka. Bahkan ada terselip tawa dan senda gurau.
Mereka sadar, bukan jabatan ketua yang harus mereka kejar. Apa yang mereka pikir sebagai perjuangan, justru menghancurkan permainan yang sangat mereka cintai itu.
***
04.00
Hari belum masuk Shubuh ketika saya terbangun.
Ahh.. mendadak kekecewaan menggulung-gulung hati. Ternyata hanya bunga tidur yang baru tersaji.
Sayang, tak ada singa di kehidupan nyata kita. 😦
Read Full Post »