Feeds:
Posts
Comments

Archive for June, 2011

Miris.

Ya, miris.

Itu yang saya rasakan ketika membaca beberapa artikel berita yang salah satunya saya kutip sebagai berikut:

Siami, ibu dari Al, siswa kelas VI SD Negeri Gadel II, hendak menenangkan diri lantaran masalah yang menderanya akhir-akhir ini. Sejumlah warga dan wali murid sekolah itu menganggap dia mencoreng nama baik sekolah itu. Penyebabnya, lantaran ibu dua anak ini mengungkapkan kasus mencontek massal yang terjadi di sekolah tersebut saat ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN) beberapa waktu lalu…

… Pada 8 Juni 2011, puluhan ibu-ibu, terutama wali murid kelas VI, berunjuk rasa di depan rumah Siami. Mereka berteriak-teriak mengusir Siami karena dinilai meresahkan.

Sehari kemudian, saat digelar pertemuan antara Siami dan perwakilan warga di Balai Rukun Warga, massa kembali berteriak-teriak mengusir Siami ke luar dari kampung. “Sejak pertemuan di Balai RW itu dia (Siami) sudah tidak pulang ke sini,” kata Rum, tetangga Siami.
(tempointeraktif.com)

Miris bukan? Sementara dengan gagahnya kita memaki mencaci anggota DPR, pejabat, bahkan presiden karena tuduhan korupsi, kolusi, atau nepotisme, justru ternyata di kehidupan yang nyata kejujuran itu masih sebatas materi di buku pelajaran agama. 😦

Saya tak hendak memperkeruh suasana, tapi saya sontak teringat dengan pengakuan seorang siswa yang kala itu sedang mengikuti ujian sekolah. Katanya, beberapa saat setelah ujian dimulai, masuklah SMS dari seorang oknum guru yang isinya adalah kunci jawaban ujian versi si guru. Innalillahi!

Mau tak mau, saya harus menerima kenyataan bahwa kejadian guru “memfasilitasi” siswa untuk lulus ujian dengan segala cara tak hanya terjadi di Tandes. Entah ada di mana lagi, yang jelas tak hanya terjadi di satu tempat. Bila sudah sampai kesini, maka harus kita renungkan kembali esensi dari ujian itu sendiri.

Ujian sejatinya dibuat untuk mengukur kemampuan seorang pembelajar. Dengan ujian, seorang pembelajar bisa mengetahui tingkat perkembangan kemampuannya. Ujian itu kemudian akan menentukan, apakah seorang pembelajar telah mahir dan menguasai materi yang lalu? Bila sudah, silakan lanjutkan dengan materi yang lebih berat. Bagaimana bila belum? Yuk kita ulang pelajaran yang lalu.

Dapat kita simpulkan, ujian sebenarnya hanya bagian dari sebuah siklus sederhana proses belajar:

Siklus Belajar

Pertanyaannya sekarang, mengapa ujian kemudian jadi sarana adu gengsi sarat kecurangan? Bahkan sebagian oknum guru yang selayaknya menjadi tauladan kejujuran justru malah jadi komandan kecurangan? 😦

Tentu saja karena paradigma yang sudah ditanam di benak kita sejak kecil itu. Mohon maaf untuk sebagian besar orang tua atau guru, tapi jujur saja ya, anak mana yang tidak didoktrin seperti ini:

“Belajar yang bener, gak lulus ujian malu nanti!”

“Emang kamu mau tinggal kelas? Malu tau!”

“Awas kalo sampe rapot kamu merah! Bikin malu aja!”

atau berbagai varian lainnya.

Malu. Malu. Malu.

Kita dibiasakan untuk menghindari malu karena kegagalan.

Tidak naik kelas lah.. Rapot merah lah.. atau Nilai jelek lah.

We are, unfortunately– extremely, result oriented!

Bukannya malu terhadap ketidakmampuan menguasai apa yang dipelajari. Bukan malu karena tidak belajar dengan giat. Bukan malu karena tidak menempuh proses dengan benar. Bukan, bukan itu yang dibiasakan.

Makanya jangan salahkan anak-anak, kalau kemudian menerima saja “fasilitas” dari guru, orang tua, atau sekolah untuk mencurangi ujian dengan memberi contekan. Karena yang seharusnya mengajarkan benar atau salah itu justru asyik melumuri diri dengan pakaian kebanggaan. Kebanggan dengan prestasi menjulang dan nilai tinggi anak didik walau diraih dengan merusak harga diri.

Akhirnya siklus belajar itu pun dirusak menjadi timpang dan berlebihan:

Sekarang, apa yang bisa kita lakukan menghadapi fenomena ini? Apakah harus ikut arus?

Ngga apa-apa ngga jujur dikit, ya wong yang tua juga ngga jujurnya banyak.”

STOP!

Inilah yang bikin lingkaran setan  tiada habis ujung pangkalnya. Lingkaran yang menghasilkan KKN yang terus kita hujat. Walau tanpa sadar, kita sedang mengembangbiakkannya pada diri atau malah keturunan kita. Naudzubillah dah!

Dari yang kecil jadi membudaya

Lingkaran_Setan_KKN

Balik lagi sebentar ke Ibu Siami yuk. Setelah diusir dari kampungnya apa Bu Siami jadi hancur? 😀 Hehe,, ternyata tidak. Dukungan kepadanya justru mengalir dari berbagai penjuru. Dia yang dikucilkan kini malah menjadi icon kejujuran. Bisa dibilang, Bu Siami malah mujur. Ngga percaya? nih saya kasih beberapa kutipan artikel-artikel lagi:

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, lembaganya menyatakan dukungan penuh kepada Siami dan keluarga. Peristiwa pengusiran Siami dari kampungnya, menurut Lukman, sangat memprihatinkan.

“Ini mengusik rasa kemanusiaan. Orang jujur seharusnya diberi apresiasi, tidak malah dikucilkan dengan diusir dari kampungnya. Ini sesuatu yang sangat mengancam karakter bangsa kita yang seharusnya kita jaga. Langsung atau tidak langsung, ini juga menyangkut nilai-nilai Pancasila. Kami melihat, masyarakat perlu disadarkan,” kata Lukman, saat dihubungi… (Kompas.com)

—–

President Susilo Bambang Yudhoyono has invited Siami, a mother who alerted authorities to collusive cheating at an elementary school in Surabaya, East Java, to discuss the issue with him at the State Palace. (thejakartapost.com)

——

A public group formed to support Siami, a woman who was ostracized by her community after she alerted authorities to group cheating at her son’s elementary school, says Vice President Boediono will speak at the declaration of their movement on Thursday.(thejakartapost.com)

Terbukti kan. Bu Siami malah banjir dukungan. Tak kalah mujur dari Sinta-Jojo. 😀

Sinta-Jojo saja tidak diajak presiden ketemuan di istana. 😉

Jadi, udah deh. Yok, Mulai dari diri kita sendiri.

Mulai dari anak, istri, suami, pacar, adik atau kakak kita sendiri.

Kita kuatkan hati untuk mengucap mantra jujur yang manjur:

Jujur harus dibiasakan sejak bau kencur, bukan cuma untuk orang berumur.

Jujur kalau tak kendur tak akan bikin hancur.

Jujur yang disadur malah akan jadi mujur.

Dan tulisan ini cuma ingin membuktikan, bahwa rasio dan moral kita masih belum gugur. 🙂

Read Full Post »

Kenapa saya baru menulis lagi?

Nah.. Pertanyaan yang buat saya, jawabannya sangat sulit.

Ya sebenernya ngga ada apa-apa sih.  itulah makanya sulit. 😛

Saya sendiri heran, kenapa baru mulai mood menggerakkan tuts keyboard buat nulis lagi sekarang. Nah dari Januari ngapain aja?

Lagi-lagi nyalahin mood, mood, mood. 😦

Padahal saya rindu menulis lho..

Rindu tulisan saya dibaca, lalu dikomentari, lalu berdiskusi soal berbagai hal..

Ah,,

Menyesal memang selalu terlambat. Sudahlah, sekarang bagaimana caranya agar saya rajin menulis lagi?

Hehehe..

Sulit juga kan jawabannya?

Simple!

Tolong ingetin dan “marahin” saya ya, kalo udah lama ngga nulis..

Boleh kan? 🙂

Read Full Post »

http://rgunturm.blogspot.com/2011/01/legenda-tujuh-kucing-besar-penguasa.html

Sebagai raja hutan dan tokoh paling dihormati di rimba raya, singa memang terbiasa dimintai pendapat dan komentarnya atas berbagai hal yang terjadi pada rakyatnya.

Sebagai contoh, pernah berang-berang meminta pendapat tentang kebiasaan mereka membuat bendungan di sungai yang menyebabkan surutnya air di muara sungai hutano. Di satu sisi berang-berang memiliki hak hidup sebagai rakyat rimba raya untuk membuat bendungan. Tapi di sisi lain, ada hak ikan, buaya, katak, dan beberapa hewan mamalia lainnya yang biasa menggunakan air muara sebagai sumber penghidupan.

Akhirnya sebagai pemimpin yang bijak, singa mengajak hewan-hewan yang terganggu dengan aktivitas bendungan berang-berang untuk membuat cabang sungai kecil dekat hulu sungai hutano. Tak lupa memerintahkan berang-berang untuk mencari sumber mata air tambahan yang dapat menambah debit air sungai. Alhasil berang-berang mendapat “wilayah” baru untuk membuat bendungan tanpa mengganggu hewan lainnya.

Karena keputusannya yang bijak ini, semakin lama singa semakin dipercaya untuk menjadi wasit layaknya lembaga arbitrase. Seekor hakim yang berwibawa lagi dihormati. Warga rimba raya mempercayakan sepenuhnya masalah yang tak terselesaikan di antara mereka.

***

Suatu ketika, ketika sedang beristirahat santai sambil menikmati kudapan siangnya, singa dikagetkan oleh suara derap langkah kaki yang tegap dan ramai. Menurut pengalaman, suara seperti ini adalah suara kuda sumbawa. Langkahnya yang cepat dan tegas memang ciri khas kuda liar dari daratan Nusa Tenggara Barat ini. Nah, biasanya, kuda sumbawa datang terburu-buru ke pusat rimba raya tempat singa tinggal hanya bila ada masalah yang mendesak.

Kebetulan beberapa waktu yang lampau kuda sumbawa pernah ditolong oleh pemburu susu kuda liar yang konon bisa menambah keperkasaan pria. Singa tak peduli, sebagai pemimpin dan pelindung ia tak mau sejengkal pun wilayahnya dinodai dan dilanggar manusia apalagi mengganggu rakyatnya. Dalam hal ini singa sangat tegas. Maka ketika pemburu susu datang, ia mengerahkan satu kompi harimau dan 20 pasukan brigade badak untuk menghalau si pemburu. Tak perlu waktu lama, akhirnya si pemburu kabur tunggang langgang.

Sejak kejadian itu, kuda sumbawa sangat menghormati singa dan merasa berutang budi. Maka dia berjanji pada dirinya untuk menjadi pembantu singa sepanjang hidupnya. Karena kemampuannya adalah berlari cepat, kuda sumbawa memutuskan untuk menjadi pengintai rimba raya. Sebangsa intelijen. Ia akan berlari secepat-cepatnya melapor kepada singa bila ada masalah yang terjadi di hutan dan tak bisa diselesaikan oleh masyarakat sebelum hal-hal anarki terjadi.

Sebab itu, mendengar derap kuda sumbawa dari kejauhan, langsung membuat singa terjaga dari tidur siangnya. Matanya menangkap sosok kuda itu semakin mendekat. Kuda sumbawa akhirnya tiba sembari terengah-engah.

“Yang Mulia,hahh..hah..” nafas kuda masih tersengal-sengal.

Singa tersenyum 🙂 , “tenang sumba, tenangkan dirimu. Ada apa kawan?”

“Ada pertengkaran. Pertengkaran dan kericuhan besar.”

“Oh ya? Baiklah, ayo kita kesana sumba. Kita bantu mereka menyelesaikan masalahnya.”

“Baik Yang Mulia, namun kemana dulu kita akan pergi?

“HAH?” singa terhenyak, “apa maksudmu sumba? ada lebih dari satu kericuhan di rimba raya kita??”

Kuda sumbawa mengangguk, “Benar baginda. Ada dua kelompok yang sedang mengadakan rapat eh konser eh kongres paduka. Dan keduanya berakhir ricuh dan tanpa hasil. Saat ini masih terjadi hujan interupsi dan saling bentak.”

“Alamaaak..apa-apaan ini? Baiklah kongres apa saja itu sumba?”

“Yang pertama kongres pengurus sepak trenggiling rimba raya. Yang kedua adalah kongres pelakon drama rimba raya.”

“Hmm..begini saja. Sumba, kau Pergi ke sarang merpati! Suruh ia mengabarkan kepada seluruh peserta kongres. baik sepak trenggiling atau pun pelakon drama untuk berkumpul di stepa besar utara. Barangsiapa tidak hadir, siap-siap diusir dari rimba raya oleh tentara harimau dan brigade badak. Cepat sumba!”

Kuda sumbawa tanpa berpikir lagi langsung berlari kencang ke arah selatan. Perintah ini perlu segera disampaikan. Sebab, kalau tentara harimau dan brigade badak sudah turun tangan, akan timbul banyak korban di pihak yang melawan.

***

Stepa besar utara sudah ramai ketika singa berjalan ke tengah-tengah. Podium dari bebatuan sudah disiapkan oleh Kuda Sumbawa dan petugas protokoler dari pasukan kerbau. Suasana riuh rendah. Namun masih terdengar jelas ada perdebatan, saling serang kata-kata, dan bahkan sedikit kontak fisik.

Singa menaiki podium, “Semuanya, diaaaaaaam!” Ia lalu mengaum, keras sekali. Jauh lebih keras daripada suara auman singa di akhir film-film produk Metro-Goldwyn-mayer.

Sontak khalayak yang telah berkumpul di stepa besar utara terdiam. Hening tercipta dalam sekejap. Mereka lalu masing-masing tanpa banyak bicara membuat gerombolan-gerombolan untuk mencirikan identitas kelompok yang mereka wakili. Kasat mata, terlihat kelompok kongres sepak trenggiling dan pelakon drama.

“Saya mendengar ada kericuha terjadi di wilayah rimba raya. Sebagaimana kalian tahu, saya menghendaki kedamaian dan kesejahteraan di tanah kita. Setiap permasalahan yang tak terselesaikan akan dibawa ke pengadilan rakyat. Maka, tanpa berlama-lama Pengadilan rakyat akan saya buka!” teriak singa to-the-point, lagi-lagi disertai dengan auman keras. Seandainya Kuda Sumbawa tidak mengenal kebaikan singa, pasti ia sudah lari tunggang langgang.

“Baiklah, peserta kongres sepak trenggiling, maju ke depan!”

beberapa hewan sempat saling pandang. Lalu beberapa hewan maju ke depan. Ada bison, kambing, tikus, dan harimau sumatera tua. Mereka lalu memperkenalkan diri.

“Saya tikus Yang mulia, ketua lama dari Persatuan Sepak Trenggiling Rimba Raya alias PSTRR.”

“Saya bison Yang mulia, perwakilan dari pengurus daerah rimba raya bagian selatan jauh. Saya mewakili kelompok  pendukung calon ketua baru yaitu duet Jenderal Harimau dan Beruang.”

“Saya Harimau Sumatera eks komandan pasukan elit harimau yang juga merupakan garda penjaga rimba raya. Saya ditunjuk oleh Federasi Sepak Trenggiling Dunia untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di PSTRR.”

“Saya kambing Yang Mulia, erwakilan dari pengurus daerah rimba raya bagian timur dekat. Saya hanya menghadiri kongres dan terjebak diantara perdebatan.”

“Baiklah,” singa mendehem. “Sekarang saya mau dengar dari kelompok kongres pelakon drama. Hei kamu, sini maju ke depan.”

Dua ekor hewan maju. Mereka mulai memperkenalkan diri.

“Saya Kelelawar paduka. Ketua baru perkumpulan para pelakon drama rimba raya alias Pekondra. Saya terpilih melalui kongres yang baru saja berlangsung. Namun tampaknya ada yang tidak setuju dengan kemenangan saya.”

“Saya Musang berbulu domba Yang Mulia Raja. Saya adalah pelakon drama senior dan juga mantan Ketua Pekondra. Saya melihat adanya bukti-bukti otentik bahwa Kelelawar telah memalsukan beberapa bukti-bukti dan melakukan penyuapan untuk menjadi ketua Pekondra. Padahal dia tak pernah seperti saya membintang Lakon drama sekali pun, dia hanya aktivis kegiatan ritual malam.”

“Baiklah…” singa mengaum keras.

Seluruh peserta sidang rakyat terdiam. Mental mereka down seketika. Taktik mengaum di tengah-tengah memang menjadi andalan singa untuk meruntuhkan  moral para peserta sidang. Tujuannya agar secara psikologis mereka takut dan pasrah, sehingga tak banyak melawan.

Singa memang tak pintar atau punya gelar doktor, tapi ia cerdas dan mampu menggunakan ketegasan secara tepat sebagai pemimpin. Inilah yang membuatnya sangat disegani di rimba raya.

“Baiklah, sekarang hey tikus. Coba jelaskan masalah kongres mu itu kepada kami semua!”

“Baik Yang Mulia,” tikus maju ke depan kembali. “Saya adalah tokoh yang disebut-sebut tak ahu malu dan diktator dalam memimpin PSTRR. Saya terus ingin mencalonkan diri sebagai ketua. Namun petaka terjadi ketika federasi sepak trenggiling dunia memutuskan untuk menonaktifkan saya dan membuat Satuan Tugas Pemberesan yang dipimpin oleh Harimau Sumatera. Maka saya tak lagi punya kuasa. Saya anggap, federasi sepak trenggiling mempunya otoritas tertinggi. Saya diktator, tapi taat dengan hierarki.”

Tikus lalu mundur kembali, wajahnya tenang dan sesekali tersenyum sinis.

Bison lalu maju.

“Yang Mulia, saya bison mewakili banyak pengurus lain yang mendukung duet Jenderal Harimau dan Beruang. Jago kami tidak diizinkan oleh federasi sepak trenggiling dunia untuk mengikuti pemilihan karena alasan yang tak jelas. Ini sangat aneh, kami tak merasa duet JH-B tidak melanggar aturan apa pun. Kami bersama duet JH-B hanya ingin memajukan persepaktrenggilingan di rimba raya? Apa salahnya bila kami ngotot?”

Bison menahan emosinya dengan segera. Ia melihat singa  sedang mengasah kukunya dengan santai. Perlahan tapi pasti ia maju. Gantian Harimau Sumatera Tua yang maju.

“Yang Mulia, saya adalah ketua Satuan Tugas Pemberesan yang ditunjuk oleh federasi sepak trenggiling dunia untuk menyelesaiakan silang sengkarut yang terjadi. Saya telah berhasil menyelenggarakan kongres untuk mencari pengganti tikus secara demokratis. Namun, apa lacur? Kelompok bison dkk memang tampaknya lebih senang memaksakan kehendaknya. Padahal tikus saja bisa menghormati putusan federasi yang menonaktifkannya. Bayangkan, tikus saja bisa! Saya kecewa sekali paduka.”

Harimau Sumatera Tua lalu mundur kembali. Untuk beberapa saat keadaan hening. Singa tampak berpikir. Matanya menerawang, jauh melewati awan dan langit. Pikirannya sudah mengitari seluruh rimba raya. Sejenak matanya terpejam. Sempat ada yang berpikir, jangan-jangan singa tertidur.

Sekonyong-konyong singa bangkit dari lamunannya. Ia memanggil Kuda Sumbawa. “Sumba! panggil trenggiling ke sini! Bilang padanya, singa meminta ia datang.”

Singa lalu menoleh ke arah kelelawar dan musang. “Hey, kalian sini! Sambil menunggu trenggiling aku ingin memberi kalian masukan mengenai  masalah kalian!”

Para peserta kongres pelakon drama yang lain ikut mendekat. Selain tentunya musang dan kelelawar.

“Kamu..!!” seru Singa sambil menunjuk kelelawar dengan tangannya kakinya.

“Apa sih yang kamu inginkan?”

“Saya..umm..saya..” terbata-bata kelelawar menjawab.

” Nah! Kamu sendiri tidak tahu apa yang kamu inginkan. Kamu hanya ingin prestige kan? Sebagai ketua sebuah organisasi nasional. Besar, hebat, berkuasa. Ya kan?” Singa menyerang kelelawar dengan kata-kata yang tajam.

“Tidak paduka, saya hanya..”

Belum sempat dilanjutkan oleh kelelawar, singa langsung memotong “Lalu kamu pikir dengan melakukan pemalsuan atau pemaksaan atau suap sekali pun kamu bisa mendapat respek dari anggota-anggotamu kelak?? BODOH! Pihak yang tidak memilihmu akan membencimu selama kamu memimpin. Sedangkan pihak yang memilih kamu sebagai ketua, akan selamanya tahu bahwa kamu dan segala kebijakanmu dapat dibeli dengan uang! Betapa rendah harga dirimu itu kawan.”

“Lalu kamu pikir dengan melakukan pemalsuan atau pemaksaan atau suap sekali pun kamu bisa mendapat respek dari anggota-anggotamu kelak?? BODOH! Pihak yang tidak memilihmu akan membencimu selama kamu memimpin. Sedangkan pihak yang memilih kamu sebagai ketua, akan selamanya tahu bahwa kamu dan segala kebijakanmu dapat dibeli dengan uang! Betapa rendah harga dirimu itu kawan.”

Kelelawar hanya menunduk. Kepercayaan dirinya tiba-tiba runtuh. Ia sadar, betapa pun keras melawan, ia memang salah. S-A-L-A-H!

Perlahan musang mendekati kelelawar dan memeluk kelelawar, membesarkan hatinya. “Sudah, kamu tak perlu jadi ketua untuk jadi orang besar. Yuk, bantu-bantu persiapan lakon drama minggu depan. Gimana?”

Kelelawar tersenyum, lalu mereka berdua berbicara dengan akrab. Membicarakan rencana-rencana ke depan.

***

Suasana masih riuh ketika trenggiling berjalan tegap ke stepa besar utara. Khalayak memberi jalan padanya untuk lewat. Singa menyambut trenggiling dengan pelukan hangat, lalu membisikkan beberapa kalimat padanya.

Trenggiling pun mengangguk. Dan berjalan gontai ke atas podium. Suara trenggiling tidak terlalu keras, oleh karenannya singa sudah memerintahkan kuda sumbawa untuk menyiapkan sound system.

Trenggiling mengarahkan mooncongnya ke microphone, mengambil nafas sekejap, lalu mulai bertutur.

“Kawan-kawan masyarakat rimba raya sekalian. Mohon maaf saya mengambil sejenak podium ini. Saya hanya diperintahkan oleh pemimpin kita, Singa, untuk berbicara di sini mengenai perasaan dan pandangan kami semua bangsa trenggiling. Saya tak pandai bermain kata, maka izinkan saya untuk bercerita apa adanya isi hati saya”

Trenggiling terdiam sejenak. Tatapannya menerawang.

“Buat kami bangsa trenggiling, sepak trenggiling adalah kehidupan. Kami menikmati permainan sebagaimana para pemainnya. Kami juga menjadikan sepak trenggiling penghidupan kami. Dalam keluarga, bahkan jika kami terpilih untuk menjadi trenggiling yang akan di sepak dalam sebuah pertandingan, sungguh akan sanagt membanggakan. Saya misalnya, pernah terpilih menjadi trenggiling sepakan pada pertandingan final Copa Rimba Raya..Ohh,, rasanya sangat-sangat membahagiakan.. Semua trenggiling membicarakan pertandingan  dan keberuntunganku yang terpilih menjadi trenggiling sepak di partai sebesar itu.”

Para peserta sidang rakyat menatap trenggiling dengan tersenyum. Mereka memang mengetahui, sepak trenggiling adalah permainan yang sangat digandrungi di Rimba Raya. Bahkan di semak-semak terdalam beberapa hewan muda mulai bermain dengan tunas kelapa sebelum diiizinkan bermain dengan trenggiling sungguhan.

Trenggiling melanjutkan, “Namun pertikaian yang ada pada peserta kongres ini telah membuat muram kehidupan kami. Beberapa trenggiling batal menjadi tontonan karena beberapa pertandingan dibatalkan. Beberapa trenggiling impor dari luar Rimba Raya juga terancam tak bisa melanjutkan karirnya karena pertikaian ini. Bahkan, saya dengar Federasi Sepak Trenggiling Dunia juga ingin memberi sanksi bagi aktivitas trenggiling di rimba raya. Tahukah kalian apa akibatnya? Kami tak bisa dipilih untuk menjadi trenggiling pada partai-partai sepak trenggiling yang bergengsi di tingkat dunia.”

Trenggiling mulai terisak. Singa menepuk-nepuk bagunya seraya menguatkan.

Dengan bercucuran air mata trenggiling melanjutkan, “Dan yang paling membuat saya sedih adalah…”

“pertikaian itu terjadi karena hewan-hewan yang terhormat ini bebrebutan ingin memajukan sepak trenggiling dengan menjadi ketua.”

Trenggiling lalu memeluk singa dan turun dari podium.

Suasana hening. Wajah tikus, bison, harimau sumatera mendadak muram. Terlihat pula kesedihan di hati mereka.

Perlahan bison mendekati harimau, kambing, dan tikus.

Tampak mereka mulai membiacaran hal yang sangat serius.

Tapi tak ada lagi kebencian di tatapan mereka. Bahkan ada terselip tawa dan senda gurau.

Mereka sadar, bukan jabatan ketua yang harus mereka kejar. Apa yang mereka pikir sebagai perjuangan, justru menghancurkan permainan yang sangat mereka cintai itu.

***

04.00

Hari belum masuk Shubuh ketika saya terbangun.

Ahh.. mendadak kekecewaan menggulung-gulung hati. Ternyata hanya bunga tidur yang baru tersaji.

Sayang, tak ada singa di kehidupan nyata kita. 😦

Read Full Post »